WELCOME

Selamat datang di blog ini. Temukan pertualangan anda di blog ini. Terima kasih atas kunjungannya,
Good Luck.............!!!!!!!!!!!!!!!!!

Sabtu, 15 Januari 2011

Analisis Topik

TOPIK 1

A. TOPIK

Professional Guru

B. KAJIAN TEORI

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.

Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.

C. EMPIRIK

Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996).

Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).

Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan.

D. MASALAH

Rendahnya Profesionalisme Guru

E. PEMBAHASAN

1. Analisis

Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru

Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.

Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.

2. Solusi

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru diantaranya:

a. Meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.

b. Melalui PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.

c. Menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya.

F. KESIMPULAN

Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.

G. IMPLIKASI

Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

H. REKOMENDASI

Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan willingness dan ability, baik secara intelektual maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.

A. TOPIK

Kompetensi guru ideal

B. KAJIAN TEORI

Menurut Wijaya Kusumah (2009),”guru ideal adalah sosok guru yang mampu menjadi panutan dan selalu memberikan keteladaan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya”.

Menurut Desi Reminsa (2008),” syarat untuk menjadi guru ideal antara lain harus memiliki kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran, mampu memahami konsep perkembagan anak/psikologi perkembangan, kemampuan mencari problem solving (pemacahan masalah), kreatif dan memiliki seni dalam megajar”.

Jadi, guru ideal adalah sosok seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi dalam mengajar anak didiknya. Oleh karena sangat penting bagi seorang guru untuk memiliki prefesionalisme yang tinggi dalam mengajar.

C. EMPIRIK

Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya

D. MASALAH

Rendahnya mutu profesionalitas guru yang berdampak pada idealitas guru di Indonesia

E. PEMBAHASAN

1. Analisis

Guru merupakan jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai guru. Selain itu guru adalah tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta, rasa dan karsa siswa sebagai implementasi konsep ideal mendidik. Karakteristik kepribadian guru meliputi : fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologis. Kita berharap guru mampu berkompetisi dan bekerja secara professional. Adapun yang menyebabkan rendanhya mutu professional guru sebagai seorang guru ideal adalah:

a. Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah dan memprihatinkan.

b. Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus dan berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin mengikuti program pendidikan.

c. Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru. Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna, membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.

d. Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh kesadaran diri untuk menjalin kesejawatan dan mengikuti pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi .

2. Solusi

Peningkatan kualitas guru tidak dapat dilakukan secara spektakuler, coba-coba dan instan. Peningkatan kualitas harus berdasarkan data, tujuan, sasaran dan target yang jelas. Evaluasi ketercapainyapun harus dilakukan secara cermat, dikomunikasikan objektif, dan terbuka. Inilah bagian dari tantangan peningkatan kualitas guru di sekolah. Upaya untuk meningkatkan mutu dan kualitas guru adalah:

a. Dalam upaya peningkatan mutu guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan diberikan pada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektifitas mengajar, mengatasi persoalan-persoalan praktis dan pengelolaan PBM, dan meningkatkan kepekaan guru terhadap perbedaan individu para siswa yang dihadapinya.

b. Pembinaan mutu guru perlu secara sungguh-sungguh memberikan perhatian, melatih kepekaan guru terhadap para siswa yang semakin beragam, terutama pada pendidikan dasar sebagai konsekuensi dari semakin terbukanya akses peserta didik terhadap sekolah.

c. Sesuai dengan prisip-prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah dan semangat desentralisasi, sekolah diberi kewenangan yang lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk meningkatkan mutu guru-gurunya.

d. Menaikan upah dan gaji guru. Dengan menaikan upah dan gaji guru maka akan meningkatkan kesejahteraan guru sehingga guru lebih serius dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya.

e. Pengetahuan dan keterampilan bagi seorang guru merupakan suatu hal yang mutlak, guru sebagai seorang komunitator harus memiliki syarat, yaitu terampil berkomunikasi, sikap, pengetahuan, dan sistem social budaya. Disamping itu guru senantiasa mengembangkan diri dengan pengetahuan yang mendukung profesionalitasnya dengan ilmu pendidikan, menguasai secara penuh materi yang diajar serta selalu mengembangkan model pembelajaran. Jadi, untuk meningkatkan kualitas guru sebaiknya guru memiliki pengetahuan yang luas dan berbagai keterampilan.

F. KESIMPULAN

Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yakni dengan menciptakan guru yang profesional dalam upaya peningkatan mutu dan kualitas guru, sehingga masalah pendidikan di Indonesia dapat terselesaikan dengan baik.

G. IMPLIKASI

Profesionalisme adalah sebuah kata yang tidak dapat dihindari di era globalisasi dan internasionalisasi yang semakin menguat dewasa ini. Persaingan yang semakin kuat dan proses transparansi di segala bidang merupakan salah satu ciri utamanya. Guru yang profesional harus mampu melakukan terobosan dan perubahan, tak terkecuali perubahan paradigma dalam mengajar. Sudah saatnya seorang guru tidak menempatkan anak didik sebagai obyek pembelajaran, akan tetapi harus mengaktifkan mereka untuk berperan dan menjadi bagian dari proses pembelajaran itu sendiri. Guru tidak lagi memposisikan diri lebih tinggi daripada anak didik atau sebagai tokoh sentral, tetapi berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam hal ini maka seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dan demokratis.

H. REKOMENDASI

Upaya untuk meningkatkan mutu dan kualitas guru adalah:

1. Dalam rangka peningkatan mutu guru, lembaga-lembaga Diklat (PPG dan BPG) di lingkungan Depdiknas perlu lebih dioptimalkan peranannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Mengikuti program sertifikasi, dalam UUD RI No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, dikemukan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat guru dan dosen. Sertifikasi guru dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, setelah lulus uji kompetensi oleh lembaga sertifikasi.

3. Mengutamakan layanan. Guru sebagai tenaga professional akan melayani siswanya untuk mengembangkan diri lebih maju, berpikir kritis, kreatif, mengambil keputusan dan memecahkan masalah serta tidak membedakan antara satu siswa dengan lainnya.

TOPIK 3

A. TOPIK

Guru sebagai pembimbing dan konseling di sekolah

B. KAJIAN TEORI

Dalam UU NO. 20 Tahun 2003 bahwa, fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan serta martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan Tujuan Pembangunan Nasional.

Menurut Nana Sudjana (1989:1);

Guru menempati kedudukan sentral sebab peranannya sangat menentukan. Ia harus mampu menterjemahkan dan menjabarkan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kemudian mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada siswa malalui proses pengajaran di sekolah.

Pada Pasal: 5 (SK MENPAN No. 84/1993) yakni, Bidang kegiatan Guru terdiri dari:
Pendidikan, Proses Belajar Mengajar atau Bimbingan, Pengembangan Profesi dan Penunjang Proses Belajar Mengajar atau Bimbingan. Selanjutnya dijelaskan pula
pada Pasal: 8 (SK MENPAN No. 84/1993) bahwa, kegiatan tersebut secara garis besar dikelompokan menjadi 2 (dua) kelompok yakni: 1) Unsur Kegiatan Utama; Pendidikan, Proses Belajar mengajar atau Bimbingan dan Pengembagan Profesi. 2) Unsur Kegiatan Penunjang; Penunjang Proses Belajar Mengajar atau Bimbingan.

C. EMPIRIK

Pada kenyataannya, bimbingan dan konseling ini menjadi sebuah simbol yang sering tidak berfungsi secara optimal. Pada hampir semua sekolah, fungsi bimbingan dan konseling hanya muncul jika seorang siswa menghadapi permasalahan yang memang krusial, seperti perkelahian, penyalahgunaan obat terlarang, kenakalan-kenakalan di luar batas, serta hal-hal lain yang berada di luar batas kewajaran. Akibatnya, bimbingan dan konseling dalam pandangan siswa menjadi semacam ”polisi sekolah” yang akan bertindak jika siswa melanggar tata tertib sekolah. Di sisi lain, warga sekolah lainnya seperti kepala sekolah, guru-guru, dan para staf sekolah lain selalu menunjuk guru bimbingan dan konseling jika didapati adanya siswa yang memiliki permasalahan atau terlibat kasus tertentu.

Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.

D. MASALAH

Tidak optimalnya pelaksanaan proses bimbingan dan konseling di sekolah yang merupakan fungsional jabatan profesional guru.

E. PEMBAHASAN

1. Analisis

Bimbingan dan konseling yang dahulu dikenal dengan nama Bimbingan dan Penyuluhan (Guideance and Conseling), merupakan bagian tak terpisahkan dari sebuah sistem pendidikan. Sebagai sebuah sistem, kehadirannya diperlukan dalam upaya pembimbingan sikap perilaku siswa terutama dalam menghadapi perubahan-perubahan dirinya dari anak-anak menuju jenjang usia yang lebih dewasa.

Terlepas dari predikat guru bimbingan dan konseling, pada dasarnya guru adalah jabatan profesional yang harus dipertang-gungjawabkan secara profesional pula. Guru adalah jabatan yang memerlukan keahlian khusus. Sikap, perilaku dan pemikiran seorang guru harus tercermin dalam idealismenya. Oleh karena itu, pemahaman atas jabatan guru penting artinya dalam rangka mengabdikan dirinya terhadap nusa, bangsa dan negara. Jenis pekerjaan ini seharusnya tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar lingkup pendidikan. Demikian pula halnya dengan jabatan fungsional guru bimbingan dan konseling yang sesung-guhnya hanya dapat dilaksanakan secara optimal oleh mereka yang memang memiliki latar belakang kependidikan seperti itu. Jika suatu jabatan fungsional dilakukan oleh orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan keprofesian yang benar, maka sangat besar kemungkinannya terjadi penyimpangan peri-laku, penyimpangan kegiatan, dan penyimpangan penafsiran di luar batas kewajaran yang seharusnya. Itulah yang terjadi dalam ruang lingkup bimbingan dan konseling di tingkat

sekolah dasar pada dewasa ini.

2. Solusi

Dari permasalahan bimbingan dan konseling tentang kurang optimalnya peren dan fungsi dari bimbingan dan konseling di sekolah, maka dapat di usahakan untuk mengatasi hal tersebut dengan bebarapa solusi yang bisa di terapkan. Adapaun solusi-solusi tersebut adalah:

a. Mengambil guru bimbingan dan konseling di sekolah yaitu dengan mengambil guru yang memang berasal dari background pendidikan bimbingan dan konseling.

b. Bimbingan dan konseling tidak hanya menangani para siswa yang nakal saja, akan tetapi juga menjadi pencegah dan memberi solusi pemecahan masalah.

c. Bimbingan dan konseling juga harus mampu untuk mendiagnosis permasalah yang di alami oleh siswa, karena hal tersebut akan mempermudah bimbingan dan konseling untuk dapat mengatasi dan memecahkan permasalahan.

d. Bimbingan dan koseling juga harus saling berkoordinasi dengan beberapa elemen yang berda di sekolah, dari mulai kepala sekolah, wali kelas, guru-guru mata pelajaran serta orang tua murid.

e. Bimbingan dan konseling harus mempunyai pendekatan terhadap para siswa disekolah yaitu: pendekatan secara tradisional, pendekatan development, dan pendekatan neotradisional. Bimbingan dan konseling juga harus mempunyai taknik-taknik, yaitu taknik secara kelompok maupun taknik secara individual. Pengunaan taknik-taknik tersebut akan membantu dalam proses bimbingan dan konseling.

F. KESIMPULAN

Permasalahan bimbingan dan konseling yang sudah sering terjadi di sekolah-sekolah. Yang menjadi dari akar permasalahan kurang optimalnya peran dan fungsi bimbingan dan konseling di sekolah adalah karena guru-guru yang untuk bimbingan dan konseling mereka bukan dari beckgruond pendidikan konseling, serta mereka hanya dari guru-guru mata pelajaran yang mempunyai waktu luang. Dengan begitu para guru-guru tersebut tidak bisa mengetahui seluk-beluk dari masing-masing pribadi siswa, karena kita ketahui bahwa guru bimbingan dan konseling seperti para psikolog ketika mereka bukan ahlinya maka peren dan kerja mereka akan kurang optimal. Bimbingan dan konseling juga harus peka terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi pada siswa, karena dengan mengetahui permasalahan-permasalahan pada para siswa itu akan bisa mengoptimalkan fungsi dari bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan dan konseling tidak hanya berperan untuk menanganai para siswa yang nakal saja, tetapi bimbingan dan konseling juga bisa menjadi tempat untuk mencegah, memelihara, mengembangkan serta untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap siswa

G. IMPLIKASI

Bimbingan dan konseling peran di sekolah sangat penting, karena bimbingan dan konseling hubungannya anatara proses pendidikan sangat mempengaruhi, terutama dalam hal prestasi maupun yang lainnya. Sehingga dengan begitu mengoptimalkan peran dan fungsi bimbingan dan konseling yang ada di sekolah sangat di harapkan. Berdasarkan hubungan bimbingan dengan pendidikan terdapat lima pola hubungan fungsional antara bimbingan dan pendidikan: (1) bimbingan identik dengan pendidikan, (2) bimbingan sebagai pelengkap pendidikan, (3) pola kurikuler bimbingan dan konseling, (4) pola layanan, urusan, dan kesiswaan, dan (5) bimbingan sebagai subsistem pendidikan.

H. REKOMENDASI

1. Pemberdayaan dan Profesionalisme Konselor

Konselor seyogyanya tidak merasa cepat berpuas diri dengan kapasitas pengetahuan dan keterampilan yang saat ini dimilikinya, namun justru harus senantiasa berusaha untuk memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya.

2. Akuntabilitas Kerja Konselor

Jumlah dana yang dikeluarkan oleh orangtua/masyarakat seyogyanya dapat sebanding dengan hasil yang dicapai, dalam bentuk kemajuan dan keberhasilan pendidikan anaknya di sekolah. Dengan adanya akuntabilitas ini, jelas konselor dituntut untuk lebih meningkatkan mutu kinerja dan tingkat produktivitas dalam memberikan layanan bantuan terhadap para siswa.

3. Konselor Sebagai Agen Informasi

Konselor seyogyanya dapat berusaha melibatkan diri dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Informasi atau data tentang siswa ini ini sangat berguna dan dapat dijadikan dasar untuk berbagai pengambilan keputusan sekolah yang berkenaan dengan siswa.

TOPIK 4

A. TOPIK

Profesionalisasi administrasi pendidikan

B. KAJIAN TEORI

Administrasi pendidikan meliputi kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan pendidikan disuatu negara atau bahkan pendidikan pada umumnya. Atau suatu proses rangkaian pada sekelompok orang yang bekerja sama untuk mendayagunakan sumber-sumber daya, fasilitas, ide-ide, dan orang-orang yang tergabung dalam unit kerja (organisasi) pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan sebelumnya, sehingga lebih efektif dan efisien (Mulyadi, dkk 1987 : 3).

Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Administrasi dalam pendidikan yang tertib dan teratur, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan pendidikan bagi Kepala Sekolah dan Guru. Peningkatan kemampuan tersebut akan berakibat positif, yaitu makin meningkatnya efisiensi, mutu dan perluasan pada kinerja di dunia pendidikan tersebut. Untuk memperlancar kegiatan di atas agar lebih efektif dan efisien perlu informasi yang memadai.

Dengan melihat kepada unsur – unsur pokok dalam administrasi, jelas bahwa apa yang termuat di dalam proses kegiatan administrasi pendidikan itu luas. Contohnya data pendidikan yang terdapat di Sekolah, itu pun dalam tingkat menengah sangat banyak macam dan jenisnya. Agar pencatatan data lebih mudah dan sederhana sehingga memperlancar kegiatan administrasi, dsb. Data yang banyak jenisnya itu dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis yaitu :

· Administrasi Program Pengajaran

· Administrasi Kesiswaan

· Administrasi Kepegawaian

· Administrasi Keuangan

· Administrasi Perlengkapan / barang

C. EMPIRIK

Administrasi pendidikan ialah segenap proses pengarahan dan pengintegrasian segala sesuatu, baik personal, spiritual maupun material yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan pendidikan. Akan tetapi kenyataan di lapangan, pelaksanaan administrasi pendidikan tidak berjalan sesuai dengan tujuan dari administrasi tersebut, yaitu untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Hal ini terlihat dari masih banyak sekolah-sekolah yang kualitas pendidikanya rendah tidak terdata dalam data pemerataan bantuan pendidikan sekolah. Selain itu, ketidakjelasan penyaluran dana bantuan keuangan sebagai bantuan untuk operasional sekolah juga tidak jelas bagaimana prosedur pelaksanaannya. Akhirnya biaya yang keluar tersebut justru masih banyak yang tidak sesuai dengan tujuannya.

Pada sisi lain rendahnya kualitas administrasi pendidikan juga terlihat dari rendahnya implementasi perubahan kurikulum dan standarisasi pelaksanaan UN. Dimana kedua hal tersebut banyak menimbulkan pro dan kontra yang kemudian berimbas pada output atau kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena proses administrasi pendidikan di Indonesia yang masih carut marut yang justru berdampak pada kemunduran kualitas pendidikan itu sendiri.

D. MASALAH

Belum optimalnya pelaksanaan administrasi pendidikan sebagai penunjang pelaksanaan pendidikan

E. PEMBAHASAN

1. Analisis

Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka untuk mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional apa yang dibutuhkan dan apa yang harus kita lakukan. Pada bagian ini akan mengungkap secara singkat tentang berbagai usulan untuk mengatasi persoalan yang sudah diidentifikasi di atas.

Diantaranya untuk mengatasi berbagai masalah kependidikan sebagaimana disebutkan di atas maka diperlukan satu kebijakan pemerintah. Misalnya untuk mengantisipasi permasalahan pada pembangunan jangka panjang kedua ini pemerintah melalui kebijakan pembangunan pendidikan yang tercantum dalam GBHN 1999-2004 yaitu :

a. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.

b. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.

c. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara profesional.

d. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.

e. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.

f. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

g. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.

h. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.

2. Solusi

Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain memlalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagaian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun Sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan dan analisis, sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.

Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.

Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akunfabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.

F. KESIMPULAN

Manajemen Pendidikan nasional pada hakekatnya merupakan keterpaduan dari proses dan sistem manajemen pendidikan secara menyeluruh dalam mencapai tunjuan pendidikan dan pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah dan bergai upaya diusulkan oleh para ahli dalam mengatasi persoalan manajemen pendidikan nasional.

Penyelenggaraan pendidikan dasar dilihat dari berbagai aspek, politik, teknis edukatif, budaya dan profesional, tampak dengan jelas bahwa masalah manajemen pendidikan dasar bukan merupakan masalah kecil dan tidak dapat diletakan dalam dikotomi sederhana: sentralistik vs desentralistik.

Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.

G. IMPLIKASI

Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS bukan sekedar mengubah pendekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.

H. REKOMENDASI

Tujuan dari administrasi pendidikan adalah agar semua pekerjaan yang ada didalamnya dapat berjalan baik dengan mempergunakan segala fasilitas yang ada di dalamnya seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan pendidikan. Adapun yang dapat penulis sarankan adalah :

1. Diharapkan kepada setiap kepala sekolah agar melaksanakan administrasi secara tertib dan terarah agar tujuan pengajaran dapat tercapai.

2. Diharapkan kepada guru agar melaksanakan tugas administrasi secara optimal dalam situasi kebersamaan yang terorganisasi.

TOPIK 5

A. TOPIK

Efisiensi supervisi pendidikan

B. KAJIAN TEORI

Konsep supervisi modern dirumuskan oleh Kimball Wiles (1967) sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.

Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru.

Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “ serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula “Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru.

C. EMPIRIK

Kenyataan pelaksanaan supervisi oleh pengawas sungguh bertolak belakang dengan konsep ideal supervisi. kegiatan supervisi yang dilakukan oleh pengawas, masih jauh dari substansi teori supervisi. Supervisi yang dilakukan oleh pengawas lebih dekat pada paradigma inspeksi atau pengawasan. Upaya “membantu guru” dengan terlebih dahulu menjalin hubungan yang akrab sebagai syarat keberhasilan supervisi pengajaran, belum dilakukan oleh para pengawas.

Selain itu, pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah, sebagaimana pengawas, juga masih terfokus pada pengawasan administrasi. Pada umumnya kepala sekolah akan melakukan supervisi akademik (pembelajaran) pada guru melalui kunjungan kelas, apabila dia mendapat laporan mengenai kinerja guru yang kurang baik, atau berbeda dari teman-temannya. Bahkan seringkali dijumpai, seorang kepala sekolah melakukan supervisi terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru dengan cara mengintip dari balik pintu atau jendela, agar tidak diketahui.

D. MASALAH

Rendahnya profesionalisasi pelaksanaan supervisi pendidikan

E. PEMBAHASAN

1. Analisis

Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro. Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.

2. Solusi

Berangkat dari kenyataan dan kendala pelaksanaan supervisi di Indonesia, maka untuk menuju pada supervisi yang ideal diperlukan langkah-langkah antara lain :

· Menegaskan, dan apabila perlu memisahkan jabatan supervisor dengan jabatan pengawas dalam struktur birokrasi pendidikan di Indonesia. Dalam hal ini, terdapat dua pilihan, yaitu mengarahkan jabatan pengawas agar terartikulasi pada peran dan tugas sebagai supervisor, atau mengangkat supervisor secara khusus dan tetap membiarkan jabatan pengawas melaksanakan fungsi pengawasan.

· Memperbaiki pola pendidikan prajabatan maupun inservice rekrutmen, seleksi, penugasan, serta penilaian dan promosi jabatan supervisor/pengawas.

· Dalam konteks otonomi daerah, jabatan supervisor dapat diangkat sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.

· Membangun kesadaran budaya mutu dalam pendidikan bagi pengelola-pengelola pendidikan pada semua tingkatan.

· Mendorong kepala sekolah berperan sebagai instructional leader dan mengurangi porsi tugas-tugas administratif.

· Mengikis pola hubungan yang paternalistik antara pengawas/kepala sekolah dengan guru dan mengembangkan hubungan profesional yang akrab dan terbuka untuk meningkatkan pembelajaran.

F. KESIMPULAN

Supervisi merupakan bantuan dalam wujud layanan profesional yang diberikan oleh orang yang lebih ahli dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, terutama dalam proses belajar mengajar. Adapun tujuan supervisi adalah perbaikan proses belajar mengajar, yang didalamnya melibatkan pendidik dan siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan, dan arahan. Sedangkan fungsi supervisi adalah menumbuhkan iklim yang kondusif bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui serangkaian upaya supervisi terhadap pendidik dalam wujud layanan profesional. Proses supervisi merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan ketika supervisi dilaksanakan. Prosedur supervisi dapat dilaksanakan dengan tahapan proses seperti berikut, yaitu pertemuan pendahuluan, observasi pendidik yang sedang mengajar, dan pertemuan balikan.

G. IMPLIKASI

Kebijakan pendidikan harus ditopang oleh pelaku pendidikan yang berada di front terdepan yakni guru melalui interaksinya dalam pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan secara bertahap dengan mengacu pada rencana strategis. Keterlibatan seluruh komponen pendidikan (guru, Kepala Sekolah, masyarakat, Komite Sekolah, Dewan Pendidikan, dan isntitusi) dalam perencanaan dan realisasi program pendidikan yang diluncurkan sangat dibutuhkan dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan.Implementasi kemampuan professional guru mutlak diperlukan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.Salah satu upaya peningkatan profesional guru adalah melalui supervisi pengajaran. Pelaksanaan supervisi pengajaran perlu dilakukan secara sistematis oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah bertujuan memberikan pembinaan kepada guru-guru agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien.

A. REKOMENDASI

Dalam pelaksanaannya, baik kepala sekolah dan pengawas menggunakan lembar pengamatan yang berisi aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam peningkatan kinerja guru dan kinerja sekolah. Untuk mensupervisi guru digunakan lembar observasi yang berupa alat penilaian kemampuan guru (APKG), sedangkan untuk mensupervisi kinerja sekolah dilakukan dengan mencermati bidang akademik, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana dan prasarana, serta hubungan masyarakat.Implementasi kemampuan professional guru mensyaratkan guru agar mampu meningkatkan peran yang dimiliki, baik sebagai informatory(pemberi informasi), organisator, motivator, director, inisiator (pemrakarsa inisiatif), transmitter (penerus), fasilitator, mediator, dan evaluator sehingga diharapkan mampu mengembangkan kompetensinya. Mewujudkan kondisi ideal di mana kemampuan professional guru dapat diimplementasikan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, bukan merupakan hal yang mudah. Hal tersebut lantaran aktualisasi kemampuan guru tergantung pada berbagai komponen system pendidikan yang saling berkolaborasi. Oleh karena itu, keterkaitan berbagai komponen pendidikan sangat menentukan implementasi kemampuan guru agar mampu mengelola pembelajaran yang efektif, selaras dengan paradigma pembelajaran yang direkomendasiklan Unesco, "belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be)".

Tidak ada komentar: